![]() |
Rabu, 02 Oktober 2013
Selasa, 09 Juli 2013
Tentang Pagi..
Pagi ini aku menonton satu bingkai adegan kehidupan di dalam
bis kota.
Manusia-manusia di sekelilingku memainkan lakon sangat baik sebagai robot
dan mayat.. Sementara gadis di sebelahku baru saja menitikkan air matanya yang
tak sengaja tertangkap ekor mataku. Sekelibat toko buku yang telat aku sadari
keberadaannya menarik perhatian ekor mataku yang lain...
Ah, sepertinya aku juga
pemain lakon yang baik..
Jumat, 10 Mei 2013
racau calon perantau
Malam ini perasaan saya begitu
campur aduk. Pasalnya, esok hari adalah hari keberangkatan saya menuju tempat
yang jauh dari rumah dalam waktu lama: Pulau Timor. Ini adalah pengalaman
merantau terjauh yang pernah saya lakukan selama seperempat abad saya hidup. Saya
terbang jauh ke pulau dimana cukup banyak para pejalan (atau sebut saja..
backpacker) memasukkan nama daerah-daerah di sini ke dalam daftar tujuan
‘jalan-jalannya’. Sebagai tempat tujuan perjalanan tentu pemilihan pulau ini
tidak serta merta asal masuk dalam daftar. Pasti ada alasan-alasan tertentu
mengapa pulau ini layak untuk dijejaki. Untuk itu, sebelum benar-benar
berangkat ke tanah timor, saya mencari tempat-tempat mana saja yang bisa saya singgahi
saat senggang. Well, saya lupa bilang bahwa kepergian saya ke sini bukan dalam
misi liburan. Saya terpaksa dikirim oleh kantor untuk segudang target yang
sudah tertulis di proposal penelitian. Dengan berat senang hati saya
terima tawaran penelitian di pulau yang bermil-mil jauhnya dari tanah kelahiran
saya, Jawa. Takut dan senang jadi satu. Pernah ditraktir makan bakso teh manis
tapi di meja makannya ada kecoa? Nah, kurang lebih begitu.
Surat perintah sudah diterbitkan,
pasukan sudah disiapkan. Tak ada waktu lagi untuk saya berpikir sambil asik
makan bakso. Saya langsung tanya guru spiritual dan penasihat hidup
saya : Mbah Google. Pada beliau saya bertanya banyak tentang kondisi tanah
Timor dan masyarakatnya. Dan.. tentang tempat-tempat yang patut disambangi jika
kelak saya bosan. Ini sebenarnya adalah usaha saya untuk meredam takut. Saya
perlu membayangkan dan tahu hal yang bisa membuat saya tenang dan senang.
Seperti pantai misalnya. Kalau isu penelitian yang saya dan teman-teman usung
adalah pengurangan risiko bencana, nah ini juga bisa jadi upaya pengurangan
risiko bencana untuk saya sendiri. Risiko berhadapan dengan bencana bernama
bosan dan rindu rumah. Hah. Satu jam sudah saya baca-baca beberapa artikel dari
si Mbah tentang pulau yang akan menjadi tempat tinggal saya selama kurang lebih
setengah tahun ke depan. Setidaknya saya menemukan 3 tempat yang memungkinkan
saya singgahi nanti : pantai, gunung dan air terjun. Sip. Jarum jam masih saja berlari congkak. Tak mau menunggu saya yang masih mau berlama-lama memakai internet gratis sepuasnya di kantor untuk cari tahu ini itu. Karena saya tahu,
saya tak akan bisa berselancar bebas di kantor saya yang baru di timor sana.
Hah sudahlah. Sepertinya saya memang harus bergegas pulang dan mengemasi
barang. Besok saya resmi jadi perantau..
ps : tulisan ini harusnya diposting pertengahan Januari lalu saat saya mau berangkat. Namun, karena kebodohan saya, tulisan ini teronggok begitu lama di draft dan lupa dipublish. Jadi kalau ada yang tanya, apa yang lebih fana dari hidup di dunia? Adalah ingatan saya.
ps : tulisan ini harusnya diposting pertengahan Januari lalu saat saya mau berangkat. Namun, karena kebodohan saya, tulisan ini teronggok begitu lama di draft dan lupa dipublish. Jadi kalau ada yang tanya, apa yang lebih fana dari hidup di dunia? Adalah ingatan saya.
Jumat, 11 Mei 2012
surat terbuka untuk kasihku
Untuk
yang terkasih,
Hari ini
langit Jakarta cerah. Tapi tidak dengan suasana hatiku. Biar nanti aku
ceritakan kenapa karena sepertinya beberapa hari belakangan ini kita jarang
bertukar cerita.
Lama-lama
aku gak tahan juga sama keanehan sikap kamu yang kayak gini. Kadang maaf dan
memaafkan itu gak serta merta nyelesain masalah dan bikin kesalahan orang itu
terlupakan karena ternyata masih ada serpihan salah yang mengendap di sini: di
hati. Kadang aku bersyukur dikaruniai memori ingatan yang buruk sehingga bisa
saja dengan mudah ngelupain apa yang pernah orang perbuat ke aku. Tapi ternyata
ada beberapa memori dari otakku yang masih menyimpan baik kelalaian yang
diperbuat orang ke aku. Aku sendiri tidak tahu bagaimana cara kerja memori ini
sampai bisa menyeleksi momen-momen apa saja yang patut disimpannya.
Mungkin karena momen itu adalah momen terbaik atau mungkin malah yang terburuk.
Entahlah.
Memori-memori
yang bila semakin aku berusaha membuangnya, ia malah semakin kuat memberontak
untuk tetap tinggal di pikiranku dan menyeruakkan banyak kenangan tentangmu dan
tetek bengeknya, bisa tentang betapa senang sekaligus kesalnya kamu karena
menghabiskan 600rb uang simpananmu karena ada bookfair, tentang betapa sebal
sekaligus bangganya kamu karena sahabatmu menang lomba ke Jerman dan terpilih
jadi putra terbaik di kotamu, tentang
sumpah serapahmu pada teman-temanmu yang memutar coldplay di pagi hari atau
kepada mereka yang 'membully'mu dengan menyebut2 Solo dengan segala macam
kenangan di dalamnya, tentang betapa konsistennya kamu menyimpan dendam untuk
mertua kakakmu dan (mantan) sahabatmu yang kamu sebut-sebut menikammu dari
belakang (atau menikung?), dan segelintir memori yang mungkin buatmu tidak
penting untuk disebutkan di sini. Jadi biarkan saja aku terus berkicau, untuk
bilang aku tidak mau menyimpan memori ini lebih lama lagi, untuk bilang aku gak
mau jadi manusia hipokrit yang berlagak mudah memaafkan orang lain padahal jauh
di dalam hatinya masih mengingat setiap detil momen dimana orang lain pernah
lalai menganggap aku ada atau membuatku kesal, untuk kemudian dimuntahkan suatu
hari, seperti saat ini. Simply, aku gak mau belajar jadi pendendam. Lagipula
(kecuali kamu seorang masokis) untuk apa kita bertahan jika kita merasa
saling tersakiti. Berulang
kali. Dalam hal lain, izinkan aku minta
maaf atas semua janji yang pernah terucap tapi tak juga genap. Tentang
janji membuatkanmu gambar untuk video klip kita, datang di hari wisudamu,
jalan-jalan ke Jogja bersamamu, nonton film bareng, dan sederet janji lainnya.
Seperti juga janji-janjimu untuk menelponku sepulang kantor, menyelesaikan
skripsimu Maret lalu, mengirimiku buku sebagai kado, menemaniku pergi misa,
Kubiarkan mereka semua menguap.
Aku kira,
kamu adalah lelaki yang cukup berani untuk menghadapi masalahnya sendiri. Tapi
kupikir aku salah karena kau lebih memilih untuk menghindarinya. Kamu pun
mengamininya. Dalam beberapa situasi, kamu memilih untuk diam, mengumpat, atau
menuliskannya di akun jejaringmu. Aku hanya mengingatkan, bahwa itu tidak akan
membuat persoalan yang kamu hadapi selesai. Tak apa jika hanya ingin meluapkan
kemarahanmu. Tapi setelah itu, hadapilah. Karena aku kira kamu sudah tergolong
dewasa, maka hadapilah dengan cara orang dewasa pula. Bicarakan, selesaikan.
Seperti yang sekarang kita alami. Apa yang lebih mengecewakan dari seorang
lelaki yang memilih untuk menghindar dari perempuannya ketika masalah
menghadang mereka? Dalam banyak hal, mungkin kamu sudah mau belajar mendengar
keluh kesahku, dan segala hal remeh temeh yang aku alami hampir setiap hari.
Tapi mungkin kamu lupa, bahwa sebenarnya setiap orang tidak cukup hanya
didengar, tapi juga didengarkan. Pun aku. Dan sepertinya aku pernah juga bilang
bahwa aku butuh seseorang yang bisa menjadi pendengar yang tidak hanya
mendengar tapi mendengarkan. Dan sepertinya kamu bukan. Tapi apapun itu,
terimakasih karena pernah mau menjadi pendengarku.
Dadidudedo eniwei.
Kamis, 12 April 2012
Langganan:
Postingan (Atom)