Minggu, 18 September 2011

jleb!



This is one of my artwork.
While my mouth can’t tell what i feel in kind of words, yet my hands can spell it into scratch.

rusuh, rusuh, rusuh!

Begini ya, apa yang ada di pikiranmu ketika mendengar atau membaca kata rusuh?
Ramai? berantakan? Gaya baru malam? darah? bising? FPI? teriak? yaya. Apapun itu, masing-masing dari kita punya hak untuk mendefinisikan arti rusuh. Puji Tuhan.

Rusuh itu menyenangkan. Kenapa begitu? Loh tadi saya kan sudah bilang, masing-masing kita punya hak untuk mendefinisikan itu. Pun saya. Apalagi ini blog saya, jadi saya punya hak penuh untuk menulis apa saja yang mau saya katakan. Saya adalah tuhan atas blog saya.

Tadi saya bilang apa? Rusuh itu sesak ya? Ohh. Kalau yang ‘rusuh itu menyenangkan’ itu definisi rusuh yang saya buat dua hari yang lalu. Karena tulisan ini saya buat selama 3 hari 3 malam maka definisi rusuh dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan lebih dulu. Maklum, saya bukan penulis sekelas Orhan Pamuk yang bisa menulis DUA NOVEL dalam setahun. Bahkan untuk membuat tulisan absurd seperti ini saja saya butuh 7 minggu persiapan mental, 15 hari pemikiran ide dan materi, dan 13 hari persiapan sesajen. Jadi jangan heran kalau saya jarang update blog. Toh, Dewi Dee juga baru bisa menyelesaikan filosofi kopinya setelah 10 tahun?hehehe. Oke, daripada saya  ditabok voucher carrefour sejuta dan keburu lupa apa yang mau saya tulis jadi mending kita back to the track.

Rusuh. R-U-S-U-H jika dieja. Belakangan ini saya suka sekali dengan kata ini. Seperti kesukaan saya pada bakso, Rama kepada Sinta, dan SM*SH blast pada boyband SM*SH. Pada awalnya saya bertanya ke satpam kampus, kenapa si rusuh sering menghantui saya belakangan ini. Namun karena sang satpam bingung mengapa saya bertanya demikian akhirnya saya memupuskan niat saya untuk bertanya hal itu lagi ke satpam kampus lain. Lagipula tidak semua hal perlu penjelasan, bukan? Tapi penjelasan diperlukan untuk membuat sesuatu menjadi jelas. Namanya juga penjelasan, perbuatan untuk memperjelas sesuatu. Nah, saya mulai rusuh dengan kata-kata saya. Di awal saya mengatakan tidak semua hal perlu penjelasan tapi belakangan malah menuntut penjelasan itu bekerja sesuai artinya. Lagipula kenapa saya jadi bahas penjelasan padahal dari awal saya sudah tentukan si rusuh menjadi tema tulisan ini? Well, karena hal itu kamu boleh panggil saya si labil. Terlebih jika kamu tahu definisi rusuh bagi saya hari ini jam 10.35 pagi dan rusuh hari ini jam 11.45 malam, kamu tentu akan menjuluki saya si ratu labil dari goa hantu. Eh, tapi kamu beneran mau tahu rusuh versi saya? Oke baiklah, berhubung saya lagi mendengarkan alright (we are young) -nya Supergrass yang bikin mood saya membaik, karena itu saya berbaik hati menuliskan definisi itu buat kamu.

Jadi katakan saja begini, jika kamu adalah pengikut dan pecinta band rock alternative kenamaan sekelas Linkin Park, apa yang kamu pikirkan ketika tahu mereka akan tampil tanggal 28 ini? Tentu sebisa mungkin kamu berusaha datang ke konser dan menikmati aksi panggung mereka, bagaimana pun caranya. Dari cara halal terhormat sampai tolol murahan kamu lakukan. Dari menyisir area tiketing – kali aja ada tiket yang jatoh-, pedekate sama anaknya promotor konser sampai mohon-mohon jadi seksi bersih-bersih di istora. Namun ketika semua usaha telah dilakukan itu tidak membuahkan hasil dan kamu merasa lebih baik mengakhiri hidup atau operasi plastik, tiba-tiba Helmi Yahya dengan jubah hitam dan tongkat di tangan datang menngahampiri dan memberikanmu tiket konser gratis plus fasilitas antar jemput dengan Alphard jam berapa pun kamu mau dan paket creambath seumur hidup di Jhony Andrean salon. Apa yang kamu rasakan? No coment? Speechless? Yaa, jadi begitulah definisi rusuh saya hari ini jam 10.35 pagi.

Ketika hari menonton konser (gratis) yang dinanti-nanti tiba, kamu yang dengan kece-nya berdandan ala Chester – walaupun setelah dilihat-lihat jadi lebih mirip Ian Kasela- dan dengan bekal contekan lirik crawling dan in the end di kantong, telah siap siaga 1 pergi ke konser. Kamu yang saat itu merasa menjadi satu-satunya orang paling beruntung seJawa, senang tak terkira tiada tara. Sampai tiba-tiba Uya Kuya muncul dari balik keset welcome yang kamu pasang di depan pintu dan mengejutkanmu dengan membawa segambreng kru dan dengan riang gembira berkata “KENAAA DEH!”

Jleb!

Ternyata ini cuma bagian dari program pertunjukan kenyataan atau bahasa bekennya ‘reality show’ yang dibuat oleh bos program itu. Lalu kamu mau apa? Pergi ke hutan dan berteriak? Lari ke pantai kemudian menangis? Selain jauh dan boros di ongkos, kamu cuma akan mengganggu Cinta yang sudah lebih dulu ke sana. Kalau saya mending makan bakso dengan dua sendok sambel ditambah cuka sambil bilang bahwa ‘reality show’ tadi adalah definisi rusuh saya hari ini jam 11.45 malam. Seperti yang telah saya bilang sebelumnya bahwa definisi rusuh versi saya dapat berubah sewaktu-waktu. Saya belum tahu rusuh jenis apa lagi yang bisa saya definisikan besok. 

Ini rusuh versi saya. Bagaimana rusuh versi kamu?

Kamis, 08 September 2011

NO CORO, NO CRY!


Apakah telur itu? Bagaimana cara makan kepiting yang baik dan benar? Kenapa jembatan suramadu dibuat? Kapan pemilik warung dekat rumah saya pulang mudik? Dan mungkin masih banyak pertanyaan blableblo lainnya yang sering muncul di pikiran kita. Kalau saja saya anak filsafat, mungkin sederet pertanyaan yang saya jadikan opening statement tulisan ini akan lebih ‘berbobot’. Lebih filosofis, bahasa kerennya. Tapi yasudah lah. Saya terlalu malas untuk mengarahkan panah kursor dan menghapus opening statement itu. ‘Yang tertulis biarlah tertulis’ kata Julius Caesar. Toh kalaupun kalimat itu diganti dengan kalimat pertanyaan yang lebih keren ala filsafat, tidak akan mengurangi tingkat ke-random-an tulisan ini. Jadi, kalau kamu memutuskan untuk berhenti membaca dan menutup halaman blog ini, sekarang adalah waktu yang tepat.

Tetep mau baca? Oke lanjut!

Jadi sebenarnya, saya tidak tahu apa yang mau saya bahas di tulisan ini. Itulah kenapa lagu ‘mau dibawa kemana’nya armada tercipta. Salah juga kalau kamu tebak saya akan bahas anak filsafat atau cara makan kepiting atau anak filsafat yang makan kepiting. Tentu saya tidak senaif itu. Hermin Pujiastuti pernah berkata bahwa jangan pernah kamu percaya orang terlalu dalam kalau belum kenal betul siapa dia. In this case, janganlah kamu menilai saya dengan cuma membaca tulisan saya ini. Gak nyambung ya? Biarin. Oya by the way, tahu kan Hermin Pujiastuti itu siapa? Gak tau?? Wajar sih. Wong beliau itu ibu saya. Wanita hebat yang gak sengaja memuntahkan anak pelupa yang kerjaannya makan mulu tapi gak gede-gede dan fobia kecoa. Ya, itu saya!
Eh? tadi saya bilang apa? fobia kecoa ya? Kayaknya seru juga bahas musuh bebuyutan saya itu. Jadi, apa yang terlintas di pikiranmu ketika mendengar atau membayangkan serangga coklat mengkilat itu? Takut? Jijik? Geli? Gak banget? Kalau begitu tos dulu kita! *cari temen* Kalau teringat serangga aneh yang tidak bisa berkutik kalau sudah terlentang ini bikin saya mules dan inget cepat-cepat ke kutub.

Loh? Kenapa kutub?

Siapa yang tanya itu barusan? Kalau mau tanya-tanya lagi, tolong hubungi manajer saya dulu karena nyeletuk dan memotong kata-kata orang yang sedang asik nulis itu adalah gak sopan. Tapi berhubung euforia lebaran masih terasa, jadi okelah saya maafkan. Jangan diulangi ya.

Jadi begini, setelah berkeliling dunia dan melakukan penelitian kecil tentang kecoa, saya menemukan fakta bahwa kecoa itu tersebar di seluruh belahan dunia kecuali di kutub. Itulah kenapa,tiba-tiba saya ingin sekali tinggal di kutub. Yang saya belum tahu adalah bagaimana kecoa-kecoa itu sampai menyebar dan begitu eksisnya atau jangan-jangan mereka punya organisasi kecoa internasional semacam organisasi yang mempunyai visi menjaga stabilitas dan perdamaian seluruh kecoa di seluruh dunia baik kecoa yatim maupun maupun tidak. Who knows?

Oya, saya jadi ingat pertanyaan ini pun pernah muncul sebelumnya oleh seorang pemikir. Ya, saya. Kenapa saya menyebut diri saya adalah seorang pemikir? Karena memang pertanyaan tersebut muncul ketika saya sedang berpikir keras -- lebih tepatnya saya bilang frustasi-- menjawab pertanyaan ujian semester statistik sosial (which is mata kuliah yang saya bingung kenapa musti diwajibkan). Kemudian muncul pertanyaan kritis lain: mengapa harus ada mahluk mengerikan seperti kecoa di dunia ini? Saya pikir, kalaupun kecoa ditiadakan keberadaannya dari planet ini, tidak akan mempengaruhi stabilitas rantai makanan mahluk-mahluk lainnya, bukan? Akan beda cerita kalau kecoa itu bentuknya kotak 2 pintu ukuran 2 meter x 2 meter, cocok untuk taruh baju-baju. Atau berbentuk kotak pipih dengan isi perut operational system-nya yang android, cocok untuk browsing internet atau sekedar mendengarkan Clinically dead for 16hours-nya The Camerawalls. Atau mungkin bisa juga berbentuk kotak persegi panjang tipis pipih berwarna pink, menyerupai uang seratus ribu? Boleh juga. Ah!tapi sayang, itu cuma di pikiran saya saja. Pikiran orang yang (saat itu) frustasi karena susah mengingat rumus menyusun sederet angka di lembar soal dengan metode SPSS, software paling ajaib yang (tidak akan) pernah saya gunakan (lagi, semoga!). Namun, di luar sana kecoa tetaplah kecoa. Tetap coklat. Tetap mengkilat. Tetap bisa terbang. Dan tetap menghantui saya dimana pun saya berada. Waspadalah!

Jumat, 27 Mei 2011

aman-de(h)men UUD

Landasan negara kita sebagai negara (yang katanya) berbhineka tunggal ika adalah pancasila dan UUD 45. Dalam UUD 45 diatur pasal-pasal mengenai hak dan kewajiban setiap warga negara. Tenang, saya tidak akan berlagak seperti guru PMP (sounds so oldschool,rite? :D) yang bahas tetek bengek UUD dan pancasila dari A sampai Z balik lagi ke A sampai ngelotok tapi nihil dalam praktek.

Jadi katakan saja begini, jika saya diundang oleh ketua MPR untuk mengamandemen UUD, maka sikap saya akan : (1) stay cool walaupun tahu cuaca Jakarta akhir-akhir ini gerahnya naujubile!; (2) kirim surat balasan untuk konfirmasi kehadiran dan bertanya apa boleh kesana pake tanktop dengan luaran cardigan?; (3) beli bengbeng atau coklat richbar dan freshtea rasa markisa; (4) semedi 17 jam dan membuat rekomendasi tentang amandemen UUD yang akan saya ajukan dalam rapat itu. Pada poin 1-3 saya rasa tidak perlu ada penjelasan lebih rinci karena (menurut saya) telah jelas maksud dan tujuan masing-masing poin (oke saya ngaku, saya malas menjelaskannya. Daripada tulisan ini makin garing dan anda jadi makin malas membacanya? :p).

Jadi langsung saja pada pemaparan poin (4). Dalam rekomendasi yang saya tulis, saya lebih memberi penekanan pada pasal 28 tentang hak asasi manusia khususnya penambahan butir tentang hak setiap warga negara untuk membuat coretan-coretan di ruang terbuka -baik hijau maupun tidak- seperti di tiang lampu merah, kolong-kolong jembatan, tiang cor-coran monorail sudirman, atau dimanapun itu. Selama coretan itu tidak mengarah pada vandalisme dan mengakibatkan polusi penglihatan. Oke, anda boleh berkomentar bahwa indikator ini terlalu subjektif. Nah, berhubung saya hanya tamu undangan dan bukan bagian dari anggota dewan legislatif ini, untuk tugas membuat indikator yang sifatnya lebih objektif saya serahkan pada para Bapak dan Ibu wakil rakyat ini. Begitu.

Mount eFeces

Pernah dengar pepatah “suka karena terbiasa”? atau bahasa kerennya witing tresno jalaran saka kulina? Mungkin pepatah itu tepat jika dihubungkan dengan ‘kebiasaan’ bakteri pengurai feses/tinja (so called ee’). Jadi katakan saja begini, jika bakteri yang melakukan tugas biokonversi ini diperkenalkan dari awal tentang betapa enaknya bakso atau keju, tentu mereka akan lebih suka mengurai makanan yang enaknya melebihi makanan dewa itu. Siapa suruh mereka gak protes untuk dilahirkan di tempat yang lebih layak. jadi kan tidak perlu menghirup baunya kehidupan! Tapi apa jadinya pula kalau mereka protes dan melakukan aksi mogok mengurai tinja dan memilih mengurai bakso keju? Tentu tak ada dalam sejarah, Mount Everest dinobatkan sebagai puncak dunia. Yang ada, Mount eFeces. Iyyyuuh!

Kamis, 19 Mei 2011

Cinderella Metropolitan

Di sudut gelap ruang Cinderella duduk termangu
Meringkuk bisu habiskan waktu
Pikirkan pesta gelaran raja pencari ratu
Bingung Ia bayangkan gaun pesta, sepatu dansa, dan tatanan dari ujung rambut sampai kaki
Belum lagi soal alat kendara yang mengantarkannya ke acara prestisius itu
Mustahil baginya
Sampai keajaiban tiba mewujud peri
Berikan semua, wujudkan angan jadi nyata dengan sekali mantra
Voila!semua ada.semua tersedia!

Di ruang megah dalam istana Cinderella berdansa
Namun pikirnya masih menerawang jauh entah kemana
Cinderella risau perhatikan waktu
Mengingat batas dalam kecantikan palsu

Dalam kamar Cinderella meratap
Sampai terbuai dalam lelap
Cinderella dalam putaran waktu
Subuh benar ia bangun dari lelap
Bersiap menapaki hari sebagai budak kapitalis
Menggugah pagi dengan sibuk bersiap
lajukan kedaraan membelah jalan
Membaur dalam kemacetan

Cinderella kembali risau perhatikan waktu
Lihat langit membiru, matahari keluar malu-malu
Mana debu, mana embun berpadu
Mengingat batas dalam keberhasilan semu
Semenit terlewat, hilanglah pundi
Gelisah manjadi-jadi manakala melihat lampu merah menyala
Terasa lebih lamaa..
serapah sia-sia, kalau doa mungkin masih guna
bukan berharap ibu peri singkirkan mobil dan membuka jalan untuknya
sekedar doa agar atasannya sakit atau terlambat bangun
atau paling tidak hari ini lebih lama memilih setelan baju kerja mana yang pantas dipakai
ya semoga saja..

Cinderella gelisah tak menentu
selalu risau perhatikan waktu..

Rabu, 23 Februari 2011

nostalgi(L)a enol enam

Alkisah, suatu hari di negri odong-odong hiduplah beribu-ribu anak muda yang sedang gelisah tak menentu. Kegelisahan itu dirasakan serempak di 5 kota besar (ah, kayak konser band dungu saja) lantaran hari itu adalah hari pengumuman hasil ujian masuk perguruan tinggi ngeri di negri itu. Waktu saat itu berjalan saaaangaaatt lambat. Sambil menunggu waktu keluarnya pengumuman, akhirnya para pemuda melakukan berbagai aktivitas yang (dianggapnya) berguna. Ada yang makan bakso, menggiring bebek, membajak sawah sampai liburan ke pulau Ketimun Jawa (pulau dengan pantai indah dan bertabur pohon ketimun). Setelah sekian lama menunggu, akhirnya waktu yang dinanti pun tiba. Tepat jam 12 teng ribuan anak muda negri odong-odong membuka situs yang menyajikan daftar menu dan harga makanan Eropa. Bukan deng! Dengan penuh semangat dan kegigihan, mereka membuka situs yang menyiarkan pengumuman hasil ujian masuk perguruan tinggi ngeri itu.

Singkatnya, ada satu jurusan bergengsi dan menjadi incaran milyaran orang di dunia. Let’s say jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial. Banyak orang di dunia yang sampai mengorbankan hewan ternaknya atau bahkan rela menunggu seribu tahun lamanya untuk bisa masuk dan mengenyam ilmu di jurusan bergengsi itu. Begitu pun dengan ribuan anak muda negri odong-odong yang menunggu dengan segenap tubuh, roh dan jiwa mereka dalam kegelisahan. Menanti apakah mereka dapat diterima di jurusan bergengsi, salah satu perguruan tinggi ngeri di pusat kota negri odong-odong itu. Dengan seleksi yang sangat ketat, sistematis dan terarah akhirnya terpilihlah 30 anak muda yang beruntung untuk mengenyam ilmu di jurusan bergengsi itu. Sujud sukur(in) tak henti dilakukan oleh mereka yang terpilih. Kalau boleh saya analogikan, mungkin rasanya seperti seorang kandidat presiden yang akhirnya menang dalam pemilu dan terpilih menjadi presiden. Begitulah kira-kira.
Berselang beberapa hari dari hari pengumuman itu, tibalah waktu dimana mereka memasuki dunia dan hari-hari yang baru dalam kehidupan mereka. Kuliah. Namun, seperti halnya sekolah dan perguruan tinggi lain, di perguruan tinggi ngeri ini mereka diharuskan mengikuti masa orientasi sebagai masa mereka bisa beradaptasi dan memahami lingkungan baru mereka. Mengenal lingkungan yang hebat, kampus yang hebat, dan jurusan yang hebat. Itu intinya.
Dan sebagai tradisi masa orientasi, setiap angkatan yang masuk jurusan bergengsi ini diwajibkan membuat lagu angkatan, yang baik nada maupun liriknya tidak boleh meniru lagu dari penyanyi atau band yang sudah ada (apalagi lagu band dungu). Haram hukumnya! Berbekal kecerdasan intelektual di atas rata-rata dan selera musik yang tinggi, 30 anak muda terpilih tadi akhirnya membuat lagu dengan nada terindah sejagat raya dan dipercaya dapat menyabet Kremi Award kategori lagu terpaporit, terkreatip, dan tidak terpikirkan! Saya yakin itu. Untuk lebih meyakinkan anda, simaklah kata demi kata yang memiliki jutaan makna dari tiap lirik lagu angkatan ini..

Bangun bangun bangun pagi hari
Lihat aku di sini
Lamaaa perjalanan ini, mencari jati diri
Bersama-sama menghadapi, menjalani hari ini
Pastikan langkah kita satu
langkahmu dan langkahku..

Ohhh kessos enol enam..
Ohh berdiri di sini..
Ohh kessos enol enam..
Mengejar cita, meraih mimpiii..


*sayangnya, saya belum punya kaset rekaman atau piringan hitam yang menjadi bukti betapa indah dan abadinya karya yang dibuat (bahkan jika dibandingkan dengan karya-karya The Beatles atau penyanyi legendaris dunia lainnya). Dan pada akhirnya, kisah 'nostalgi(L)a enol enam' ini saya buat di bawah kasur dan alam sadar sebagai representasi kecintaan saya pada sahabat-sahabat kessos enol enam yang telah memberikan banyak pelajaran dalam hidup saya. Sekian.



cara gw? beda!

Suatu ketika pada (waktu) tengah hari yang tidak bolong di dalam angkot, naiklah teman saya (sebut saja Kikuk) yang (kasihannya) jarang naik angkot. Beberapa lama kemudian, tibalah Kikuk  di tempat dimana dia harus turun. Sambil sibuk memegang barang bawaan dan menyiapkan ongkos..
Kikuk : “asalamualaikum bang..” (sambil ketok-ketok kaca angkot)
penumpang lain:  “……..”

Selasa, 15 Februari 2011

AKU CINTA RUPIAH

"kaak kaakk, plis give me some money because i want to eat.."


berasa familiar sama kata-kata itu??
gak?iyaa emang, itu bukan penggalan lirik lagunya SM*SH yang tenar karena salam cenat-cenutnya. bukan!
ohh salah besar juga kalo anda nebak ini mantra sakti mandragunanya Wiro Sableng. Bukan juga!
ada yang tau? kalo anda tau, beruntunglah anda karena berarti anda satu kampus dengan saya (atau paling tidak pernah bertandang ke kampus saya).

yak! di beberapa area di kampus saya, khususnya di kantin dan sekitarnya, sering berkeliaran anak-anak imut yang rajin menclok dari satu meja ke meja lainnya untuk minta uang. Melihat dan bertemu mereka setiap hari membuat hati saya teriris. Tenang, ini bukan soal cerita mengharu biru.
Disini saya merasa seperti ditampar dan diingatkan oleh mereka tentang rasa nasionalisme, loyalitas, dan cinta mati terhadap negeri ini. Ya, karena dari mereka saya jadi sadar bahwa cinta terhadap bangsa tidak cukup hanya diucapkan dengan kata-kata tapi juga dengan tindakan. Yaa contohnya seperti ini, dengan mengumpulkan rupiah demi rupiah dari meja ke meja. sungguh sikap patriotik bukan? mengoleksi rupiah yang tercecer di bawah meja dan di dompet orang. beh! sungguh mulia perjuangan mereka. Tapi paling tidak saya punya modal utama yang akan membuat saya berjuang seperti mereka, CINTA. Ya saya punya kencintaan yang mendalam terhadap mata uang ini (berhubung saya memang tinggal di Indonesia). oleh sebab itu saya persembahkan gambar iseng ini untuk semua warga Indonesia (yang saya yakin cinta jugaa sama rupiah, mau ga mau)..




*dibuat saat insomnia akut saya kambuh

Sabtu, 12 Februari 2011

teman itu kessos 06

Teman itu ibarat NAMETAG kita,colorfull dan tetap dalam lingkaran..
Teman itu ibarat BUKU ANGKATAN, yang setiap warnanya matching walalupun ga harus meaningfull
Teman itu ibarat SARASEHAN yang awalnya nyeremin tapi kalo udah jalanin, ternyata nyenengin
Teman itu ibarat MATA KULIAH MAS BANDI, yang nyusahin plus ribet tapi ternyata penting
Teman itu ibarat ikut KULIAHNYA BU WANTJI, kebanyakan buat nyampah tapi butuh buat lengkapin sks
Teman itu ibarat KAPSEL yang harus bimbingan sesering mungkin untuk membuatnya semakin sempurna
Teman itu ibarat PRAKTIKUM yang harus bikin laporan tiap minggu agar terjalin komunikasi yang jelas antara praktikan dan supervisornya
Tapi aku TIDAK AKAN menyebut teman ibarat SKRIPSI yang dengan ‘terpaksa’ dibuat sebagai syarat untuk mendapat gelar sarjana
karena teman  itu TANPA SYARAT..
TEMAN ITU KAMU..
KESSOS 06..

Rabu, 09 Februari 2011

belajar dari Pak Ben

saya cuma mau posting ulang tentang another inspirational story of disabled person. salah satu informan yang sempat saya wawancarai waktu saya 'ngebabu' di Pusat Kajian Disabilitas FISIP UI.
*pesan: untuk lebih membuat anda nyaman saat membaca ini, sebaiknya siapkan dulu bantal untuk senderan, kipas angin (atau AC kalo ada), dan uang receh. selamat membaca! :)

Menempati rumah impian yang indah, asri, dan sejuk bukan lagi menjadi angan-angan bagi Pak Benjamin. Ya, rumah indah nan asri yang terletak di Agung Melati Residence Kav. 4 itu merupakan rumah yang dibeli dengan hasil jerih payah Pak Ben, begitu panggilannya, dari pekerjaannya sebagai pelukis. Bagi sebagian orang, melukis merupakan pekerjaan yang cukup mudah dilakukan dengan hanya mencorat-coret kanvas dengan kedua tangan, jadilah sebuah lukisan. Namun, tidak untuk Pak Ben! Beliau adalah seorang pelukis mulut. Ya, melukis tidak dengan menggunakan kedua tangannya melainkan dengan mulutnya. Ia adalah seorang tunadaksa (orang dengan cacat tangan dan kaki).

Keterbatasan (cacat) yang dialaminya berawal saat Pak Ben berusia 2 tahun. Saat itu Pak Ben diasuh oleh neneknya karena orangtuanya bekerja di Singapura. Neneknya merawat Pak Ben dengan penuh kasih sayang. Namun, pada suatu hari Pak Ben menderita penyakit demam tinggi. Karena khawatir, sang nenek langsung membawa Pak Ben ke dokter. Setelah pergi ke dokter, Pak Ben pun diberikan obat dengan harapan agar penyakit demamnya dapat teratasi. Malangnya, semenjak kejadian itu, penyakit Pak Ben bukannya sembuh malah mengakibatkan Pak Ben lemas. Dari hari ke hari, Pak Ben bukan semakin lincah (seperti layaknya anak kecil apada umunya) akan tetapi menjadi semakin tidak berdaya. Kedua kakinya tidak dapat digunakan untuk berjalan, otot-otot tangannya pun menjadi sangat lemah. Semenjak itulah Pak Ben menjadi lumpuh (tunadaksa). Saat itu, neneknya terus mengasuhnya. Akan tetapi, saat Pak Ben berumur 10 tahun, neneknya sakit karena usianya yang memang sudah sangat renta. Oleh sebab itu, orang tua Pak Ben yang berada di Singapura memutuskan membawa Pak Ben ke Singapura juga. Di sana, Pak Ben ’dititipkan’ di sebuah yayasan (sekolah). Di yayasan itu, Pak Ben diajarkan berbagai macam mata pelajaran seperti sekolah-sekolah pada umumnya. Akan tetapi, selama di kelas, bukannya memperhatikan gurunya yang sedang menerangkan pelajaran, Pak Ben malah menggambar. Begitu terus hampir setiap hari. Dari situlah kemudian ia mengetahui bahwa dirinya sangat gemar menggambar. Pada usia 12 tahun Pak Ben mulai belajar melukis dengan menggunakan cat air di kertas. Setelah hampir setiap hari ia melakukan hal tersebut, Pak Ben mulai beralih dengan belajar melukis menggunakan cat minyak di usia 20 tahun. Semuanya itu ia lakukan secara otodidak, tidak ada guru lukis khusus yang mengajarinya. Selain gemar melukis, saat di yayasan, Pak Ben juga tergabung dalam sebuah band musik yang semua personilnya merupakan orang yang mempunyai keterbatasan (cacat). Pada band itu, Pak Ben berperan sebagai pemain keyboard. Ia memainkan keyboard dengan mulutnya karena kedua tangannya sudah tidak berfungsi lagi. Grup bandnya ini juga biasa tampil saat ada acara-acara yang diadakan di yayasan tempatnya menempuh ilmu ini.

Dalam hal melukis, Pak Ben ingin sekali mengembangkan dan membuat kegemarannya ini menjadi sesuatu yang berharga baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Setelah mendapat informasi dari berbagai pihak, akhirnya Pak Ben mengetahui bakatnya akan disalurkan kemana. Adalah Vereinigung der Mund-und Fussmalenden Kunstler in aller welt (VDMFK) yang merupakan perkumpulan/asosiasi pelukis dengan mulut dan kaki yang berpusat di Swiss. Untuk dapat bergabung dengan perkumpulan itu, Pak Bharus menjalani tes terlebih dahulu. Pertama-tama, Pak Ben diharuskan membuat tiga buah lukisan yang kemudian dinilai apakah hasil karya Pak Ben dapat masuk dalam VDMFK. Lukisan-lukisan yang dibuat oleh Pak Ben lebih bertemakan pemandangan dan hewan-hewan. Dari hasil tes tersebut, ternyata hasil lukisan Pak Ben dapat diterima oleh VDMFK dan hingga saat ini pun Pak Ben masih tergabung dalam asosiasi itu dan selalu mengirimkan hasil karya ke Swiss (VDMFK) sebelum akhirnya dipamerkan dalam pameran lukisan. Lukisan-lukisan yang dikirim ke VDMFK itu kemudian dijadikan kartu-kartu ucapan, kalender, dan lain-lain yang akan dijual ke masyarakat. Dan dari hasil penjualan tersebutlah Pak Ben mendapatkan royalti (bayaran) atas semua hasil lukisan yang dikirimkannya.

Selain tergabung dalam VDMFK yang berpusat di Swiss, Pak Ben juga tergabung dalam Asossiation of Mouth and Foot Artist (AMFA) yang berkantor di Jakarta. Dari kegemarannya melukis ini, Pak Ben meraih tekadnya, yaitu tidak menjadi orang yang hanya bergantung pada orang lain. Berbagai penghargaan telah diraih oleh Pak Ben. Hal ini dapat terlihat dari beberapa tropi yang dipajang di meja yang diletakkan di sudut ruang tamu rumahnya.

Di sisi lain, kehidupan keluarga Pak Ben bisa dikatakan tidak semulus karirnya sebagai seorang pelukis. Pada tahun 2000, setelah menyelesaikan studinya di yayasan di Singapura, Pak Ben kembali ke Indonesia. Di Indonesia Pak Ben diasuh dan tinggal bersama adiknya. Namun, tak lama kemudian, adiknya menikah dan mempunyai keluarga sendiri. Begitupun dengan kakak kandungnya. Oleh sebab itu, Pak Ben juga memimpikan mempunyai seorang istri dan keluarga. Di tahun yang sama, Pak Ben akhirnya menemukan wanita yang akhirnya dinikahinya. Supina, begitulah panggilannya, merupakan wanita yang dinikahinya. Saat itu, ia tinggal di Surabaya. Dengan istrinya ini, Pak Ben dikaruniai dua orang anak. Kehidupannya bahagia ketika itu. Namun, setelah beberapa tahun menikah (tepatnya 6 tahun) ada suatu masalah besar yang dihadapi oleh Pak Ben dan Ibu Supina dan akhirnya mengharuskan mereka menyelesaikannya di meja hijau. Setelah kejadian itu, Pak Ben resmi bercerai dengan Ibu Supina dan hak asuh kedua anaknya jatuh ke tangan ibunya dengan pertimbangan kedua anknya masih di bawah umur dan membuthkan perhatian ibunya. Karena masalah itulah, Pak Ben sempat vacum dari pekerjaannya (melukisnya). Menurutnya, melukis membutuhkan konsentrasi yang tinggi dan saat itu kondisinya benar-benar tidak kondusif untuk Pak Ben menghasilkan lukisan.

Setelah beberapa lama shock dengan kejadian tersebut, akhirnya Pak Ben menemukan wanita  pengganti istrinya yang pertama (Supani). Ibu Lia, begitulah ia biasa dipanggil. Wanita yang ditemuinya disebuah kantor salah satu provider telepon seluler ini dinikahinya setahun lalu, yaitu pada tahun 2007. dengan istriny yang sekarang, Pak Ben belum dikaruniai anak. Akan tetapi, sejak menikah dengan Ibu Lia ini, Pak Ben mengangkat dua anak (anak asuh) yang berasal dari keluarga tidak mampu. Anknya yang pertama sedang menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan anak asuhnya yang kedua masih bersekolah di Taman Kanak-kanak. Anak aushnya yang pertama saat ini tinggal bersamanya tetapi anak asuhnya yang kedua tidak tinggal bersamanya melainkan bersama nenek dari anak asuhnya sendiri. Pak Ben membiayai seluruh biaya hidup (mulai dari pendidikan, kebutuhan sehari-hari, dll) kedua anak asuhnya itu. Menurut Ibu Lia (istrinya sekarang) Pak Ben adalah orang yang mempunyai jiwa sosial yang tinggi. Hal ini dapat terlihat dari kegiatan rutin yang diadakan berdasarkan kemauan Pak Ben untuk mengundang para janda dan anak-anak tidak mampu untuk mengaji di rumahnya dan memberikan mereka sedekah. Kegiatan itu dilakukannya hampir setiap bulan. Kegiatan ini dilakukan oleh Pak Ben berdasarkan niat dan seperti apa yang ia pelajari dalam agamanya bahwa 2,5% dari penghasilannya harus disalurkan atau diberikan kepada kaum duafa.

Sampai saat ini, selain mencurahkan hidupnya dalam dunia seni melukis, Pak Ben juga sering diundang ke yayasan orang-orang dengan keterbatasan (seperti YPAC) tuk memberikan semangat kepada orang-orang, khususnya generasi muda untuk terus mengejar cita-citanya dan jangan pernah menyerah dengan keadaan. Baru-baru ini saja (Rabu, 5 Nvember 2008) Pak Ben diundang untuk mendemonstrasikan cara-caranya melukis pada anak-anak yang ada di YPAC. Pada kesempatan yang sama, Pak en juga memberikan spirit (semangat) kepada anak-anak YPAC untuk terus berusaha dan jangan menyerah dalam meraih cita-cita. Pak Ben juga ingin menunjukkan bahwa kecacatan (keterbatasan) yang dimiliki oleh sebagian orang bukanlah suatu hambatan untuk mereka memperoleh impian mereka. Malah sebaliknya, harusnya kita (orang-orang dengan keterbatasan) mampu menunjukkan pada masyarakat bahwa kita bukanlah orang hanya bisa bergantung pada bantuan orang lain saja (tidak mandiri).

Senin, 07 Februari 2011

Keterbatasan bukanlah suatu hambatan!


“Aku ingin jadi seorang arsitek dan bisa membangun gedung-gedung bertingkat!” Sebagian besar anak kecil mungkin akan menjawab seperti itu ketika ditanya tentang cita-cita mereka setelah besar nanti. Dan profesi itulah yang akan disandang oleh Meutia Rin Diani setelah ia menyelesaikan studinya di jurusan arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Arsitektur menjadi jurusan yang dirasa cocok terlebih karena gadis yang akrab dipanggil Meutia ini, sangat suka melukis. Ditambah lagi ia sangat ‘jago’ mengerjakan soal-soal yang bersifat hitungan membuat ia semakin yakin bahwa arsitektur merupakan jurusan yang pas untuknya. Namun, di samping itu semua, ada yang membuatnya berbeda dengan orang-orang di sekelilingnya. Ia memiliki keterbatasan dalam hal pendengaran. Ya, ia adalah seorang tunarungu. Akan tetapi dengan perbedaan itu, tidak malah membuat gadis kelahiran 22 tahun lalu  ini menjadi putus asa melainkan menjadikannya seorang yang lebih istimewa dibanding dengan orang-orang sekelilingnya.

Cita-citanya untuk dapat terus belajar dan bersekolah ini tentu tidak terlepas dari dukungan sang ibu yang sangat dikagumi dan dicintainya. Ibu Peni, begitulah panggilannya, memang ibu yang sangat hebat. Dengan penuh kesabaran dan ketelatenan ia terus mengajarkan Meutia tentang banyak hal. Saat Meutia masih berumur 7 bulan, Ibu Peni sudah mulai curiga dengan sikap anaknya yang kurang responsif jika mendengar bunyi dan suara. Karena hal tersebut, kemudian ia memutuskan untuk membawa dan memeriksakan kondisi anaknya ke ahli THT. Setelah diperiksa, ternyata dugaannya selama ini benar. Anaknya memiliki kelainan pada syaraf pendengaran dan divonis tidak dapat mendengar. Vonis dokter yang menyebutkan bahwa anaknya adalah seorang tunarungu, tidak membuatnya kecewa dan putus asa. Ketika itu, ia malah langsung berpikir bahwa ia harus segera mendaftarkan anaknya di sekolah luar biasa sehingga anaknya tetap bisa berkomunikasi dengan orang lain dan dapat belajar.

Pada saat Meutia berusia 3 tahun, ia mulai didaftarkan oleh ibunya di Sekolah Luar Biasa (SLB) Santirama, Salemba. Di sana Meutia belajar mengenal kosa kata dengan gambar dan tulisan-tulisan. Selain mendapat pelajaran dari SLB, di rumahnya, ibu Peni juga mengajarkan Meutia untuk mengenal dan menghapal kosakata dan benda dengan cara menempelkan tulisan nama benda pada benda yang sesuai,misalnya pada lemari ditempelkan tulisan ”lemari”. Ini membuat Meutia semakin mudah menghapal dan menegtahui banyak kosakata. Hampir setiap hari ibunya mengajak Meutia bermain dengan berbagai permainan edukasi yang bertujuan untuk melatih daya ingat dan memperkenalkan berbagai kosakata padanya. Bahkan ibunya sampai membuat kliping yang berisi gambar dan kata agar Meutia dapat lebih mudah mempelajari dan menghapal berbagai kosakata. Setelah sekitar satu tahun bersekolah di SLB Santirama, tibalah waktu kenaikan kelas. Namun, begitu mengejutkan ketika diketahui bahwa Meutia dinyatakan tidak dapat naik kelas karena gurunya menilai bahwa Meutia adalah anak yang sangat pasif ketika di kelas. Akan tetapi keputusan itu tidak begitu saja diterima oleh Ibu Peni. Menurutnya, anaknya pintar dan dapat mengikuti pelajaran dengan baik dan bahkan dapat menghapal kosakata dengan cepat. Akhirnya Ibu Peni meminta pihak SLB untuk melakukan tes pada Meutia untuk mengetahui dan mengukur pengetahuan Meutia. Pada tes itu, ternyata Meutia dapat menjawab pertanyaan gurunya dengan baik dan benar sehingga membuat guru Meutia berubah pikiran dan memutuskan bahwa Meutia dapat naik kelas. Di sisi lain, Ibu Peni penasaran mengapa Meutia bersikap pasif ketika di kelas. Padahal sehari-harinya di rumah, Meutia merupakan anak yang lincah dan aktif. Setelah ditanyakan kembali pada Meutia, diketahui bahwa ternyata Meutia merasa bosan dengan pelajaran yang diajarkan di SLB. Menurutnya, pelajaran yang diajarkan tidak berkembang. Karena alasan itulah, Ibu Peni memutuskan untuk mencarikan sekolah yang lebih baik untuk Meutia. Akhirnya Meutia didaftarkan di Sekolah Mini Pak Kasur dengan pertimbangan sekolah itu terkenal bagus. Namun, Meutia tidak begitu saja meninggalkan sekolah TK SLBnya melainkan menjalani kedua sekolah tersebut. Menurut keterangan ibunya, Meutia menjalani kedua sekolahnya itu dengan penuh tanggung jawab. Sepulang sekolah, Meutia selalu mengerjakan tugas (pekerjaan rumah) yang diberikan baik dari TK SLB maupun TK Mini Pak Kasur. Di TK Mini Pak Kasur Meutia mengalami perkembangan intelegensi tetapi tidak dalam kehidupan sosialnya. Karena kendala komunikasi, Meutia tidak memiliki banyak teman. Awalnya teman-temannya merasa kesal dengan keterbatasan Meutia tetapi lama-kelamaan mereka akhirnya mengerti mengenai kondisi Meutia.

Setelah menyelesaikan sekolah taman kanak-kanaknya, Meutia didaftarkan di SD Mutiara Indonesia. Sebelum masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi ini, setiap anak harus menjalani tes IQ. Sama seperti tes IQ yang pernah djalaninya saat TK, IQ Meutia selalu berada di atas rata-rata (superior). Selama mengenyam pendidikan di SD milik Kak Seto ini, Meutia selalu meraih juara kelas. Prestasi Meutia sangat menonjol di mata pelajaran matematika dan menggambar. Dalam mata pelajaran matematika, Meutia hampir tidak mendapat nilai jelek. Bahkan ia sering mendapat nilai 10 untuk mata pelajaran yang bagi sebagian anak dikatakan sulit ini. Sedangkan untuk keahliannya di bidang menggambar, Meutia sangat sering diikutsertakan pada setiap perlombaan menggambar dan selalu menang. Seiring dengan perkembangan pengetahuannya, ketika umurnya 10 tahun, Meutia menyadari ada perbedaan antara dirinya dengan orang-orang sekitarnya, khususnya temen-temannya. Ia mulai sadar bahwa dirinya adalah seorang tunarungu. Mengetahui hal tersebut, Ibu Peni sangat terkejut namun di sisi lain ia juga merasa senang karena akhirnya anaknya menyadari kondisinya yang sebenarnya. Saat itu ibunya langsung memberitahukan pada Meutia bahwa hal itu bukanlah sesuatu yang patut disesali. Sebaliknya, dengan kondisi Meutia yang seperti itu, harusnya ia bangga karena ia mampu menjalani hidup seperti orang lain yan normal bahkan bisa mendapatkan berbagai prestasi yang tidak bisa didapat oleh teman-temannya yang lain.

Lulus dari pendidikan sekolah dasarnya, Meutia kemudian melanjutkan pendidikannya di SMP Kalimalang (sekolah swasta umum). Ibunya selalu menyekolahkan Meutia di seolah swasta dengan pertimbangan bahwa sekolah swasta dinilai lebih disiplin dan selalu memperhatikan kondisi masing-masing anak didiknya (mengingat jumlah siswa di sekolah swasta lebih sedikit sehingga guru-guru dapat lebih fokus memperhatikan kondisi setiap siswanya). Prestasi yang diraih Meutia tidak berbeda jauh ketika ia bersekolah di SD. Di sekolahnya ini, Meutia juga selalu menjadi juara kelas. Puncaknya adalah saat Meutia kelas 3. Pada saat itu, Meutia selalu mendapatkan nilai yang bagus. Nilai ujian akhirnya pun sangat memuaskan.

Lulus dengan hasil yang memuaskan, membuat Ibu Peni semakin bangga dengan anaknya. Kemudian ia memutuskan untuk mendaftarkan Meutia di SMU Marsudirini. Namun, alangkah terkejut Ibu Peni ketika ternyata, sekolah swasta yang terkenal sangat bagus dan berkualitas ini, tidak menerima anaknya dengan pertimbangan bahwa ditakutkan Meutia tidak dapat mengikuti pelajaran dengan lancer dengan keterbatasan yang dialaminya. Tanpa berpikir panjang, Ibu yang juga berprofesi sebagai dosen dan Kepala Jurusan Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia ini, memutuskan untuk segera mendaftarkan Meutia di SMU Al-Azhar. Di SMU tersebutlah akhirnya Meutia dapat menempuh jenjang pendidikan menengah atasnya. Kehidupan sehari-harinya di sekolahnya yang baru ini juga tidak berbeda jauh dengan kehidupannya di sekolah-sekolah sebelumnya. Walaupun Meutia hanya memiliki sedikit teman karena masalah komunikasi, hal ini tidak membuat dirinya berputus asa untuk terus berprestasi. Hambatan besar yang dialami oleh meutia dan ibunya adalah ketika menjelang ujian akhir nasional (UAN) tingkat SMA.  Ibunya mengetahui bahwa salah satu mata pelajaran yang diujiankan, yaitu Bahasa Inggris, terdapat bagian soal yang diujikan dengan cara listening. Hal tersebut cukup membuat Ibu Peni ‘kewalahan’. Pasalnya Meutia tidak mungkin dapat mengerjakan soal listening tersebut. Oleh sebab itu, Ibu Peni berusaha membicarakan masalah itu kepada kepala sekolah SMA Al-Azhar dengan harapan beliau (kepala sekolah) dapat menemukan pemecahan masalahnya. Setelah beberapa kali embicarakan hal itu, akhirnya sang kepala sekolah merundingkan hal tersebut juga dengan guru dan tim panitia ujian nasional. Dengan usaha yang panjang dan melelahkan (sampai mengharuskan Ibu Peni mengurus hal itu ke Diknas), akhirnya diputuskan Meutia dapat mengikuti ujian listening Bahasa Inggris dengan tim panitia ujian nasional khusus yang bertugas membacakan soal listening Bahasa Inggris untuk Meutia. Selain menyelesaikan masalah tersebut, Ibu Peni juga harus memikirkan bagaimana cara Meutia belajar Bahasa Inggris. Akhirnya, beliau memutuskan untuk memanggil guru les privat Bahasa Inggris untuk Meutia. Usaha lain yang dilakukan ibu yang memiliki nama panjang Kushari Supeni ini, adalah dengan membacakan buku-buku bacaan berbahasa Inggris tingkat SMA dan merekamnya dengan tujuan Meutia dapat melihat gerakan bibir ibunya dan dapat membantunya dalam belajar Bahasa Inggris. Selain itu, untuk menunjang proses keberhasilan Meutia dalam menghadapi UAN nanti, Ibu Peni juga memanggil guru les matematika, Bahasa Indonesia, dan Fisika. Guru les itu hanya bertugas untuk mendampingi Meutia saat belajar (tidak untuk mengerjakan tugas Meutia) dan sesekali mengajarkan Meutia saat ia mengalami kesulitan. Seluruh kerja keras dan jerih payah Ibu Peni dan Meutia sendiri berbuah kesenangan. Akhirnya, pada hari yang ditunggu-tunggu, yaitu hari pengumuman kelulusan ujian nasional, nama Meutia terpampang sebagai salah satu siswa yang lulus ujian! Bahkan hasil ujian yang diperoleh oleh Meutia bisa dibilang sangat membanggakan. Bagaimana tidak, Meutia mendapatkan nilai sempurna pada mata pelajaran matematika. Ya! Nilai 10 diperolehnya untuk mata pelajaran yang sangat digemarinya sejak kecil ini.

Namun, perjuangan Meutia tidak hanya berhenti sampai sini saja. Ia bertekad untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Selepas perjuangannya untuk dapat lulus ujian nasional, Meutia masih harus berjuang untuk meraih cita-citanya untuk dapat berkuliah. Ibu Peni tentu sangat mendukung impian anaknya ini. Dengan penuh kasih sayang dan kesabaran, beliau terus mendampingi dan mengarahkn Meutia untuk dapat memilih dan menentukan jurusan mana yang sesuai dengan minat dan bakat anak yang sangat disayanginya ini. Menurutnya, berdasarkan keahlian anaknya dalam mata pelajaran yang bersifat hitungan (eksak) ditambah kegemaran Meutia dalam menggambar, akhirnya Meutia diarahkan untuk memilih jurusan Teknik Arsitektur. Meutia pun menyetujuinya. Lagi, untuk dapat mencapai impiannya  Meutia harus berusaha lebih giat. Ia terus belajar dan belajar untuk dapat  lolos SPMB dengan jurusan yang diinginkannya. Perjuangannya itu tidak lupa juga diiringi dengan doa yang ia panjatkan dalam setiap sholatnya. Di lain pihak, Ibu Peni tetap mendaftarkan Meutia di universitas swasta (Universitas Trisakti) dengan jurusan yang sama untuk ‘jaga-jaga’. Dan tbalah hari yan dinanti, yaitu malam pengumuman kelulusan SPMB, Meutia membuka situs pengumuman SPMB lewat komputer yang ada di kamarnya. Begitu gembiralah ia ketika teryata namanya dinyatakan lulus dan terdaftar menjadi mahasiswa Teknik Arsitektur Universitas Indonesia!

Kehidupan social yang dijalani oleh Meutia di tempat belajar barunya ini cukup berbeda dengan sekolah-sekolah sebelumnya. Di sini Meutia memiliki cukup banyak teman (ketimbang ketika di SMP atau di SMAnya dulu). Teman-temannya baik dan sangat membantu Meutia dalam perkuliahannya. Dosen-dosennya pun cukup perhatian dan mengerti kondisi Meutia. Hal ini terbukti dengan adanya inisiatif dosen untuk memerintahkan mahasiswanya yang lain (yang sekelas dengan Meutia) untuk mencatat berbagai hal yang dijelaskan oleh dosen selama di kelas (mejadi notulen untuk Meutia). Dengan begitu diharapkan Meutia dapat lebih terbantu dan tidak mengalami kesulitan dalam belajar di perkuliahan ini. Akan tetapi Meutia juga tak begitu saja bergantun apada orang lain. Ia tetap harus belajar sendiri dengan giat agar memperoleh hasil yang baik dan cita-citanya dapat tercapai. Usahanya ini pun membuahkan hasil. Terbukti dari hasil Indeks Prestasi (IP) yang diperolehnya pada semester lalu, Meutia mendapatkan nilai sempurna! Ya! Meutia mendapatkan IP 4!Dengan perhatian dan kasih sayang (tentunya tak lepas dari semangat dan cinta sang ibu)  dari orang-orang sekitarnya, akhirnya sekarang Meutia dapat terus menjalankan studinya demi mewujudkan impiannya yaitu menjadi seorang arsitektur yang dapat membangun rumah-rumah bagi orang-orang miskin.

*salah satu tulisan yang dimuat dalam buku inspirational story of disabled people, Pusat Kajian Disabilitas FISIP UI

KATA


Ibu, ini pikiranku sedang bingung
Tersesat entah dimana
Liar tak tentu arah
Linglung.
Hampir sarap barangkali.

Bapak, ini pikiranku sedang bingung.
Kadang terang dan sering sekali gelap.
Sepi.
Kosong.
Butuh teman katanya.

Ibu, bapak..
Ini pikiranku sedang bingung.
Aseli bingung!
Banyak yang harus dilakukannya.
Mengingat.
Berpikir.
Merenung.
Mengkhayal..

Tapi bukan itu yang benar-benar ia lakukan sekarang
Ia hanya sedang mencari..
Mencari sesuatu yang tiba-tiba hilang..
Yang beberapa menit ini hilang..
Dan ternyata sudah beberapa jam ini hilang. Lenyap. Raib!
Kata..
Ya, dia hanya mencari kata..
Kata yang harusnya muncul beberapa menit bahkan beberapa jam lalu..
Untuk melengkapi ini tugas..
Ini skripsi!

Kemana kata? Dimana dia?
Apa perlu kita buat perjanjian?
Kontrak agar kau tidak hilanng lagi..
Setidaknya sampai tugas ini benar-benar selesai..
Kasihan ini pikiran.
Hei kata! Lihat pikiranku sedang bingung..
Sampai kapan kamu pergi dari pikiran ini??
Semoga tidak lama.
Kasihan ini pikiran..
Jangan biarkan dia bingung terlalu lama..

*dibuat dibawah tekanan bantal yang ditindih leptop yang sudah semaleman nemenin saya revisian.

two thumbs up to my five galau songs..



 Hey hoo! Anda merasa masih muda (atau paling tidak ‘merasa’ berjiwa muda)? Punya akun twitter? Dan sering cek timeline atau update status di social networking paling nge-hip itu?? Kalau iya, tentu anda tidak asing lagi dengan kata GALAU yang (saya tahu) akhir-akhir ini sering menjadi TT (trending topic) di twitter. Well, galau memang menjadi satu kata ampuh untuk menggambarkan kondisi seseorang yang.. jomblo? Baru putus? Merasa kesepian (apalagi saat ujan). Atau lagi berantem sama selingkuhannya? Atau gara-gara ga bisa ngutang makan lagi di kantin karena udah kebanyakan utang mungkin? Mungkin saja. Tapi entahlah, saya pun tidak tahu secara pasti definisi kata galau itu tapi kurang lebih ngerti dan yahh kadang-kadang suka gitu juga (gengsi buat ngaku kalo sering galau!). Ah, apalah arti sebuah galau tanpa makan bakso. *loh?

Demi dikatain masih muda, berwawasan nusantara dan berjiwa patriot saya pun ikut tergabung sebagai salah seorang pemilik akun twitter. Akibat perbuatan labil saya yang satu ini akhirnya Indonesia mendapat posisi pertama sebagai Negara di kawasan Asia Pasific dengan pengguna akun twitter terbanyak. Jangan salahin saya, salahin juga tuh puluhan juta tweeps Indonesia yang sudi mengamalkan waktunya untuk eksis di dunia pertwitteran nusantara. Oke, itu cuma sekilas info! Intinya sekarang kita mikirin gimana caranya biar harga cebe cepet turun jadi kalo saya makan bakso gak akan kena charge harga lagi untuk setiap sendok sambel yang saya ambil. Selain suka makan bakso sambil kepedesan, sebenarnya saya juga suka sekali dengan musik. Lalu apa hubungannya dengan trending topic yang saya sebut-sebut di awal? Jawabannya cuma satu, bagi saya dengan mendengarkan lagu atau musik suasana galau akan terbangun dengan lebih sempurna. Ini relative sih. Tapi berhubung ini blog saya, suka-suka saya berpendapat bukan? 

Nah, daripada ngalor ngidul gak karuan ngomongin cabe, saya akan bicara langsung pada topik. Sebentar saya cari dia dulu. Kalau anda mulai kesal dan gak mau lanjut baca blog ini, ya gapapa, wajar. Tapi saya gak nanggung kalau pas anda close blog saya dan tiba-tiba anda jadi lapar. Bener-bener di luar tannggungan saya loh itu!hehe. Sebagai salah seorang generasi penerus bangsa, jujur saya adalah orang yang yahh tidak bisa hidup tanpa musik. Dimanapun, kapanpun dan apa pun yang saya kerjakan harus ada musik (atau minimal saya nyanyi2 sendiri). Hancur rasanya dunia kalau tidak ada musik. Kata orang-orang, musik memang salah satu alat pemersatu perbedaan. Katanya loh ya. Kata siapa juga saya gak tau. Begitu pun saat saya sibuk menikmati galau. Jika tiba waktu galau bagian barat, kurang afdol rasanya kalau tidak saya nikmati sambil mendengarkan lagu (musik). Sampai suatu ketika saya merasa dan sadar kalau saya mendengarkan beberapa lagu (yang itu-itu aja) kok galau semakin setia mendera saya. Ah, it’s shit things that  I enjoy! Untuk dapat mengetahui the most shit galau songs versi saya yang sangat gak bikin anda penasaran, maka dengan sukarela saya akan menuliskannya untuk anda. Cekidot!

1.       Landon Pigg – falling in love in the coffee shop
Dari judulnya udah jelas kalau lagu ini menceritakan seseorang yang jatuh cinta di warung kopi. Simple. Loh tapi kenapa malah galau kalau dengerin lagu ini padahal it is kinda happy song gitu? Yah emang iya. Cuma masalahnya, di Jakarta itu sekarang jarang ada warung kopi lagi. Kalopun ada juga sekarang udah campur sama warteg atau warung gorengan gitu. Sekalinya nemu warung yang benar-benar menjual kopi, yang ada disana adalah abang-abang yang istirahat kerja bangunan atau pabrik. Kecapekan, kepanasan, dan kelaparan. Mana sempet mereka mikirin jatuh cinta? Apalagi sama saya! Jadilah galau yang sempurna kalau saya mendengarkan lagu ini ditampah membayangkan reka adegan tadi. Oh no!

2.       The Moldy Peaches – anyone else but you
Lagu ini menjadi salah satu lagu pamungkas saya kalau saya lagi pengen galau. Ibarat kalau mau kenyang ya makan, kalau mau nonton ya setel tipi, kalau mau ribut ya telpon pacar orang tengah malem. Ada gula ada semut, ada The Moldy Peaches ada Galau. Gitu intinya. Kalo ga ngerti juga mending denger lagunya. Dijamin biasa.. biasa bikin saya nangis, biasa bikin saya ngunci diri di kamar, dan biasa bikin saya pengen yang saya gak pengen *apa sih?

3.       Efek rumah kaca – Desember
Saya terpaksa memasukkan lagu mereka (efek rumah kaca) selain karena lagunya galau tingkat dewa, juga karena saya cinta lingkungan. Gak ada hubungannya dong? Ya ada lah! Coba kalau semakin sering anda nyanyi lagu ini apalagi pas hujan di bulan Desember, anda otomatis akan ingat dengan nama penyanyinya (kalau gak yaa berarti anda pelupa seperti saya). Dan kalau udah inget nama band-nya (efek rumah kaca) which is sangat erat kaitannya dengan global warming maka secara sadar ataupun tidak anda akan diingatkan pada bagaimana menjaga bumi kita yang sudah sepuh ini. jika anda merasa tidak begitu, maka setelah membaca tulisan ini berarti anda berjanji akan mencintai dan memelihara lingkungan kita ini! (nah lo, jebakan betmen!) :D

4.       David Choi – won’t even start
Lirik. Salahkan lirik lagu ini kalau anda merasa galau ketika mendengarkan si Choi (bukan komikusnya Kungfu Komang loh ya!) nyanyi. Karena menurut saya memang begitu. Lirik lagu yang IYE BANGET ditambah dentuman senar gitar Choi yang lembut dan mesra membuat saya merasa terhenyak, terhempas, dan terjerembab ke lembah kekelaman yang paling dalam dan kekal sampai tak satu pun orang mau menolong. Hanya semut merah yang berbaris di dinding lah yang akan menjadi saksi betapa galaunya saya saat mendengar lagu ini. Poor me!

5.       Haley Bennet & Hugh Grant – Way Back Into Love
Saya langsung jatuh cinta dengan lagu ini sejak pertama saya mendengarkannya di film Musics and Lyrics. So goddamn good song! Jadi nyesel pernah nonton film itu. Kalo gak kan saya ga akan segalau sekarang. Tapi ya sudahlah, saya sudah terlanjur memaafkan produser, sutradara, pemain dan seluruh kru film itu. Lain kali jangan diulangi lagi ya! 

Nah, sekarang daripada berlarut-larut dalam rasa dendam Nyi Pelet mending dengerin, pikirkan dan ingat-ingat lagu macam apa yang bisa bikin anda nangis darah saat sendirian di kamar, malam-malam dan hujan.. selamat galau! :’)