Kamis, 08 September 2011

NO CORO, NO CRY!


Apakah telur itu? Bagaimana cara makan kepiting yang baik dan benar? Kenapa jembatan suramadu dibuat? Kapan pemilik warung dekat rumah saya pulang mudik? Dan mungkin masih banyak pertanyaan blableblo lainnya yang sering muncul di pikiran kita. Kalau saja saya anak filsafat, mungkin sederet pertanyaan yang saya jadikan opening statement tulisan ini akan lebih ‘berbobot’. Lebih filosofis, bahasa kerennya. Tapi yasudah lah. Saya terlalu malas untuk mengarahkan panah kursor dan menghapus opening statement itu. ‘Yang tertulis biarlah tertulis’ kata Julius Caesar. Toh kalaupun kalimat itu diganti dengan kalimat pertanyaan yang lebih keren ala filsafat, tidak akan mengurangi tingkat ke-random-an tulisan ini. Jadi, kalau kamu memutuskan untuk berhenti membaca dan menutup halaman blog ini, sekarang adalah waktu yang tepat.

Tetep mau baca? Oke lanjut!

Jadi sebenarnya, saya tidak tahu apa yang mau saya bahas di tulisan ini. Itulah kenapa lagu ‘mau dibawa kemana’nya armada tercipta. Salah juga kalau kamu tebak saya akan bahas anak filsafat atau cara makan kepiting atau anak filsafat yang makan kepiting. Tentu saya tidak senaif itu. Hermin Pujiastuti pernah berkata bahwa jangan pernah kamu percaya orang terlalu dalam kalau belum kenal betul siapa dia. In this case, janganlah kamu menilai saya dengan cuma membaca tulisan saya ini. Gak nyambung ya? Biarin. Oya by the way, tahu kan Hermin Pujiastuti itu siapa? Gak tau?? Wajar sih. Wong beliau itu ibu saya. Wanita hebat yang gak sengaja memuntahkan anak pelupa yang kerjaannya makan mulu tapi gak gede-gede dan fobia kecoa. Ya, itu saya!
Eh? tadi saya bilang apa? fobia kecoa ya? Kayaknya seru juga bahas musuh bebuyutan saya itu. Jadi, apa yang terlintas di pikiranmu ketika mendengar atau membayangkan serangga coklat mengkilat itu? Takut? Jijik? Geli? Gak banget? Kalau begitu tos dulu kita! *cari temen* Kalau teringat serangga aneh yang tidak bisa berkutik kalau sudah terlentang ini bikin saya mules dan inget cepat-cepat ke kutub.

Loh? Kenapa kutub?

Siapa yang tanya itu barusan? Kalau mau tanya-tanya lagi, tolong hubungi manajer saya dulu karena nyeletuk dan memotong kata-kata orang yang sedang asik nulis itu adalah gak sopan. Tapi berhubung euforia lebaran masih terasa, jadi okelah saya maafkan. Jangan diulangi ya.

Jadi begini, setelah berkeliling dunia dan melakukan penelitian kecil tentang kecoa, saya menemukan fakta bahwa kecoa itu tersebar di seluruh belahan dunia kecuali di kutub. Itulah kenapa,tiba-tiba saya ingin sekali tinggal di kutub. Yang saya belum tahu adalah bagaimana kecoa-kecoa itu sampai menyebar dan begitu eksisnya atau jangan-jangan mereka punya organisasi kecoa internasional semacam organisasi yang mempunyai visi menjaga stabilitas dan perdamaian seluruh kecoa di seluruh dunia baik kecoa yatim maupun maupun tidak. Who knows?

Oya, saya jadi ingat pertanyaan ini pun pernah muncul sebelumnya oleh seorang pemikir. Ya, saya. Kenapa saya menyebut diri saya adalah seorang pemikir? Karena memang pertanyaan tersebut muncul ketika saya sedang berpikir keras -- lebih tepatnya saya bilang frustasi-- menjawab pertanyaan ujian semester statistik sosial (which is mata kuliah yang saya bingung kenapa musti diwajibkan). Kemudian muncul pertanyaan kritis lain: mengapa harus ada mahluk mengerikan seperti kecoa di dunia ini? Saya pikir, kalaupun kecoa ditiadakan keberadaannya dari planet ini, tidak akan mempengaruhi stabilitas rantai makanan mahluk-mahluk lainnya, bukan? Akan beda cerita kalau kecoa itu bentuknya kotak 2 pintu ukuran 2 meter x 2 meter, cocok untuk taruh baju-baju. Atau berbentuk kotak pipih dengan isi perut operational system-nya yang android, cocok untuk browsing internet atau sekedar mendengarkan Clinically dead for 16hours-nya The Camerawalls. Atau mungkin bisa juga berbentuk kotak persegi panjang tipis pipih berwarna pink, menyerupai uang seratus ribu? Boleh juga. Ah!tapi sayang, itu cuma di pikiran saya saja. Pikiran orang yang (saat itu) frustasi karena susah mengingat rumus menyusun sederet angka di lembar soal dengan metode SPSS, software paling ajaib yang (tidak akan) pernah saya gunakan (lagi, semoga!). Namun, di luar sana kecoa tetaplah kecoa. Tetap coklat. Tetap mengkilat. Tetap bisa terbang. Dan tetap menghantui saya dimana pun saya berada. Waspadalah!

0 comments:

Posting Komentar